Sebagian orang yang pernah mendengar "teori evolusi" atau "Darwinisme" mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Filsafat tersebut adalah “materialisme”, yang mengandung sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia. Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin. Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah apa pun; tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat dukungan dan dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya. Gagasannya menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. (Asal usul "sifat-sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui pada waktu itu.) Menurut Darwin, manusia adalah hasil paling maju dari mekanisme ini. Darwin menamakan proses ini “evolusi melalui seleksi alam”. Ia mengira telah menemukan “asal usul spesies”: suatu spesies berasal dari spesies lain. Ia mempublikasikan pandangannya ini dalam bukunya yang berjudul The Origin of Species, By Means of Natural Selection pada tahun 1859. Darwin sadar bahwa teorinya menghadapi banyak masalah. Ia mengakui ini dalam bukunya pada bab "Difficulties of the Theory". Kesulitan-kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap kesulitan-kesulitan ini akan teratasi oleh penemuan-penemuan baru; tetapi bagaimanapun ia tetap mengajukan sejumlah penjelasan yang sangat tidak memadai untuk sebagian kesulitan tersebut. Evolusionis menyebut nenek moyang pertama manusia dan kera sebagai "Australopithecus", yang berarti "Kera Afrika Selatan". Australopithecus hanyalah spesies kera kuno yang telah punah, dan memiliki beragam tipe. Sebagian berperawakan tegap, dan sebagian lain bertubuh kecil dan ramping. Evolusionis menggolongkan tahapan evolusi manusia berikutnya sebagai "homo", yang berarti "manusia". Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak terlalu berbeda dengan manusia modern. Manusia modern di zaman kita, Homo sapiens, dikatakan terbentuk pada tahapan terakhir evolusi spesies ini. Di lain pihak, terdapat jurang pemisah yang lebar antara Homo erectus, suatu ras manusia, dan kera yang mendahului Homo erectus dalam skenario "evolusi manusia" (Australopithecus, Homo habilis, Homo rudolfensis). Ini berarti bahwa manusia pertama muncul secara tiba-tiba dalam catatan fosil dan tanpa sejarah evolusi apa pun. Hal ini sudah cukup jelas mengindikasikan bahwa mereka diciptakan. Akan tetapi, pengakuan atas fakta ini akan sangat bertentangan dengan filsafat dogmatis dan ideologi evolusionis. Karenanya, mereka mencoba menggambarkan Homo erectus, ras manusia sesungguhnya, sebagai makhluk separo kera. Pada rekonstruksi Homo erectus, evolusionis berkeras menggambarkan ciri-ciri kera. Sebaliknya, dengan metode penggambaran yang sama, mereka memanusiakan kera seperti Australopithecus atau Homo habilis. Dengan cara ini, mereka berupaya "mendekatkan" kera dan manusia, dan menutup celah antara dua kelompok makhluk hidup yang berbeda ini. *Diringkas dari : Keruntuhan Teori Evolusi - Harun Yahya